Kamis, 11 Juni 2009

Rheumatoid Arthritis


Rhematoid arthritis merupakan suatu penyakit autoimun kronis dengan gejala nyeri, kekakuan, gangguan pergerakan, erosi sendi dan berbagai gejala inflamasi lainnya. Penyakit yang 75 % diderita oleh kaum hawa ini bisa menyerang semua sendi, namun sebagian besar menyerang sendi-sendi jari (proximal interphalangeal dan metacarpophalangeal) . Semua orang beresiko terserang rheumatoid arthritis, namun resiko ini akan meningkat drastis pada usia 30 sampai 50 tahun, terutama pada wanita.

Dengan tingkat prevalensi 1 sampai 2 % di seluruh dunia, prevalensi meningkat sampai hampir 5 % pada wanita diatas usia 50 tahun. Berdasarkan data diatas bisa diambil kesimpulan bahwa Rheumatoid arthritis akan menjadi penyakit yang akan banyak ditemui di masyarakat.

Patofisiologi

Membran syinovial pada pasien rheumatoid arthritis mengalami hiperplasia, peningkatan vaskulariasi, dan ilfiltrasi sel-sel pencetus inflamasi, terutama sel T CD4+. Sel T CD4+ ini sangat berperan dalam respon immun. Pada penelitian terbaru di bidang genetik, rheumatoid arthritis sangat berhubungan dengan major-histocompatibility-complex class II antigen HLA-DRB1*0404 dan DRB1*0401. Fungsi utama dari molekul HLA class II adalah untuk mempresentasikan antigenic peptide kepada CD4+ sel T yang menujukkan bahwa rheumatoid arthritis disebabkan oleh arthritogenic yang belim teridentifikasi. Antigen ini bisa berupa antigen eksogen, seperti protein virus atau protein antigen endogen. Baru-baru ini sejumlah antigen endogen telah teridentifikasi, seperti citrullinated protein dan human cartilage glycoprotein 39.

pato1

Antigen mengaktivasi CD4+ sel T yang menstimulasi monosit, makrofag dan syinovial fibroblas untuk memproduksi interleukin-1, interleukin-6 dan TNF-α untuk mensekresikan matrik metaloproteinase melalui hubungan antar sel dengan bantuan CD69 dan CD11 melalui pelepasan mediator-mediator pelarut seperti interferon-γ dan interleukin-17. Interleukin-1, interlukin-6 dan TNF-α merupakan kunci terjadinya inflamasi pada rheumatoid arthritis.

Arktifasi CD4+ sel T juga menstimulasi sel B melalui kontak sel secara langsung dan ikatan dengan α1β2 integrin, CD40 ligan dan CD28 untuk memproduksi immunoglobulin meliputi rheumatoid faktor. Sebenarnya fungsi dari rhumetoid faktor ini dalam proses patogenesis rheumatoid arthritis tidaklah diketahui secara pasti, tapi kemungkinan besar rheumatoid faktor mengaktiflkan berbagai komplemen melalui pembentukan immun kompleks.aktifasi CD4+ sel T juga mengekspresikan osteoclastogenesis yang secara keseluruhan ini menyebabkan gangguan sendi. Aktifasi makrofag, limfosit dan fibroblas juga menstimulasi angiogenesis sehingga terjadi peninkatan vaskularisasi yang ditemukan pada synovial penderita rheumatoi

Diagnosa

Antibodi-antibodi darah yang abnormal dapat ditemukan pada pasien-pasien dengan rheumatoid arthritis. Suatu antibodi darah disebut "rheumatoid factor" dapat ditemukan pada 80% dari pasien-pasien. Citrulline antibody (juga dirujuk sebagai anti-citrulline antibody, anti-cyclic citrullinated peptide antibody, dan anti-CCP) hadir pada kebanyakan pasien-pasien dengan rheumatoid arthritis. Adalah bermanfaat dalam diagnosis rheumatoid arthritis ketika mengevaluasi pasien-pasien dengan peradangan sendi yang tidak dapat dijelaskan. Suatu tes untuk antibodi-antibodi citrulline adalah paling bermanfaat dalam mencari penyebab dari peradangan arthritis yang sebelumnya tidak terdiagnosis ketika tes darah tradisional untuk rheumatoid arthritis, faktor rheumatoid, tidak hadir. Antibodi-antibodi citrulline telah dirasakan mewakili tingkatan-tingkatan awal dari rheumatoid arthritis pada keadaan (setting) ini. Antibodi lain yang disebut "the antinuclear antibody" (ANA) juga seringkali ditemukan pada pasien-pasien dengan rheumatoid arthritis.

Pengobatan

1. Pengobatan first line

Acetylsalicylate (Aspirin), naproxen (Naprosyn), ibuprofen (Advil, Medipren, Motrin), dan etodolac (Lodine)
adalah contoh-contoh dari obat-obat anti-peradangan nonsteroid atau nonsteroidal antiinflammatory drugs (NSAIDs). NSAIDs adalah obat-obat yang dapat mengurangi peradangan jaringan, nyeri, dan bengkak. NSAIDs bukan cortisone. Aspirin, dalam dosis-dosis lebih tinggi daripada yang digunakan untuk merawat sakit kepala dan demam, adalah suatu obat anti-peradangan yang efektif untuk rheumatoid arthritis. Aspirin telah digunakan untuk persoalan-persoalan sendi sejak era Mesir kuno. NSAIDs yang lebih baru adalah seefektif aspirin dalam mengurangi peradangan dan nyeri dan memerlukan dosis-dosis yang lebih sedikit per hari. Respon-respon pasien pada obat-obat NSAID yang berbeda adalah bervariasi. Oleh karenanya, adalah bukan tidak umum untuk seorang dokter mencoba beberapa obat-obat NSAID dalam rangka untuk mengidentifikasi agen-agen yang paling efektif dengan efek-efek sampingan yang paling sedikit. Efek-efek sampingan yang paling umum dari aspirin dan NSAIDs lain termasuk gangguan lambung, nyeri perut, borok-borok, dan bahkan perdarahan pencernaan (gastrointestinal bleeding).

Dalam rangka mengurangi efek-efek sampingan lambung, NSAIDs biasanya dikonsumsi dengan makanan. Obat-obat tambahan seringkali direkomendasikan untuk melindungi lambung dari efek-efek borok NSAIDs. Obat-obat ini termasuk antacids, sucralfate (Carafate), proton-pump inhibitors (Prevacid, dan lainnya), dan misoprostol (Cytotec). NSAIDs yang lebih baru termasuk selective Cox-2 inhibitors, seperti celecoxib (Celebrex), yang menawarkan efek-efek antiperadangan dengan risiko iritasi dan perdarahan lambung yang lebih kecil.

Obat-obat kortikosteroid dapat diberikan secara oral (melalui mulut) atau disuntikan langsung kedalam jaringan-jaringan dan sendi-sendi. Mereka lebih berpotensi daripada NSAIDs dalam mengurangi peradangan dan dalam pemulihan mobilitas dan fungsi sendi. Kortikosteroid-kortikosteroid adalah bermanfaat untuk periode-periode singkat selama flare-flare aktivitas penyakit yang berat atau ketika penyakit tidak merespon pada NSAIDs. Bagaimanapun, kortikosteroid-kortikosteroid dapat mempunyai efek-efek sampingan yang serius, terutama ketika diberikan dalam dosis-dosis tinggi untuk periode-perode waktu yang panjang. Efek-efek sampingan termasuk kenaikan berat badan, muka yag bengkak, penipisan kulit dan tulang, mudah memar, katarak-katarak, risiko infeksi, penyusutan otot, dan kerusakan sendi-sendi besar, seperti pinggul-pinggul. Kortikosteroid-kortikosteroid juga membawa beberapa peningkatan risiko mendapat infeksi-infeksi. Efek-efek sampingan ini dapat sebagian dihindari dengan mengurangi secara berangsur-angsur dosis-dosis kortikosteroid-kortikosteroid ketika pasien mencapai perbaikan penyakit. Menghentikan kortikosteroid-kortikosteroid secara tiba-tiba dapat menjurus pada flare-flare penyakit atau gejala-gejala lain dari penarikan kortikosteroid-kortikosteroid dan tidak dianjurkan. Penipisan tulang-tulang yang disebabkan oleh osteoporosis mungkin dihindari dengan suplemen-suplemen calcium dan vitamin D.

2. Obat-obat second line

Dimana obat-obat baris pertama (NSAIDs dan corticosteroids) dapat menghilangkan peradangan dan nyeri sendi, mereka tidak harus mencegah kerusakan atau kelainan bentuk sendi. Rheumatoid arthritis memerlukan obat-obat yang lain daripada NSAIDs dan corticosteroids untuk menghentikan kerusakan yang progresif pada tulang rawan (cartilage), tulang, dan jaringan-jaringan lunak yang berdekatan. Obat-obat yang diperlukan untuk manajemen penyakit yang ideal juga dirujuk sebagai obat-obat anti-rematik yang memodifikasi penyakit atau disease-modifying anti-rheumatic drugs atau DMARDs. Mereka datang dalam suatu bentuk-bentuk yang beragam dan didaftar dibawah. Obat-obat baris kedua atau yang bekerja lambat mungkin memakan waktu berminggu-minggu sampai berbulan-bulan untk menjadi efektif. Mereka digunakan untuk periode-periode waktu yang panjang, bahkan bertahun-tahun, pada dosis-dosis yang bervariasi. Jika efektif, DMARDs dapat mempromosikan remisi, dengan demikian memperlambat kemajuan dari kerusakan dan kelainan bentuk sendi . Adakalanya sejumlah obat-obat baris kedua digunakan bersama-sama sebagai terapi kombinasi. Seperti dengan obat-obat baris pertama, dokter mungkin perlu menggunakan obat-obat baris kedua yang berbeda sebelum perawatannya optimal.

Penelitian akhir-akhir ini menyarankan bahwa pasien-pasien yang merespon pada suatu DMARD dengan kontrol dari penyakit rheumatoid mungkin sebenarnya mengurangi risiko yang diketahui (kecil namun nyata) dari lymphoma yang hadir hanya dengan mempunyai rheumatoid arthritis. DMARDs ditinjau ulang berikutnya. Hydroxychloroquine (Plaquenil) dikaitan dengan quinine dan juga digunakan dalam perawatan malaria. Ia digunakan melaui periode-periode yang panjang untuk perawatan rheumatoid arthritis. Efek-efek sampingan yang mungkin termasuk gangguan lambung, ruam-ruam kulit (skin rashes), kelemahan otot, dan perubahan-perubahan penglihatan. Meskipun perubahan-perubahan penglihatan adalah jarang, pasien-pasien yang mengkonsumsi Plaquenil harus dimonitor leh seorang dokter mata (ophthalmologist).

Sulfasalazine (Azulfidine) adalah suatu obat oral yang secara tradisional digunakan dalam perawatan penyakit peradangan usus besar yang ringan sampai beratnya sedang, seperti radang borok usus besar atau ulcerative colitis dan penyakit Crohn. Azulfidine digunakan untuk merawat rheumatoid arthritis dalam kombinasi dengan obat-obat anti peradangan. Azulfidine umumnya ditolerir dengan baik. Efek-efek sampingan yang umum termasuk ruam (rash) dan gangguan lambung. Karena Azulfidine terbentuk dari senyawa-senyawa sulfa dan salicylate, ia harus dihindari oleh pasien-pasien dengan alergi-alergi sulfa yang diketahui.

Methotrexate telah memenangkan popularitas diantara dokter-dokter sebagai suatu obat baris kedua awal karena keduanya yaitu keefektifan dan efek-efek sampinganya yang relatif jarang. Ia juga mempunyai suatu keuntungan dalam fleksibilitas dosis (dosisnya dapat disesuaikan menurut keperluan-keperluan). Methotrexate adalah suatu obat penekan imun. Ia dapat mempengaruhi sumsum tulang dan hati, bahkan jarang menyebabkan sirosis. Semua pasien-pasien yang mengkonsumsi methotrexate memerlukan tes-tes darah secara teratur untuk memonitor jumlah-jumlah darah dan tes-tes darah fungsi hati.

Garam-garam emas (Gold salts) telah digunakan untuk merawat rheumatoid arthritis sepanjang kebanyakan abad yang lalu. Gold thioglucose (Solganal) dan gold thiomalate (Myochrysine) diberikan dengan suntikan, awalnya pada suatu dasar mingguan untuk berbulan-bulan sampai bertahun-tahun. Emas oral, auranofin (Ridaura), diperkenalkan pada tahun sembilan belas delapan puluhan (1980s). Efek-efek sampingan dari emas (oral dan yang disuntikan) termasuk ruam kulit (skin rash), luka-luka mulut, kerusakan ginjal dengan kebocoran protein dalam urin, dan kerusakan sumsum tulang dengan anemia dan jumlah sel putih yang rendah. Pasien-pasien yang menerima perawatan emas dimonitor secara teratur dengan tes-tes darah dan urin. Emas oral dapat menyebabkan diare. Obat-obat emas ini telah begitu kehilangan kesukaan sehingga banyak perusahaan-perusahaan tidak lagi memproduksi mereka.

D-penicillamine (Depen, Cuprimine) dapat bermanfaat pada pasien-pasien yang terpilih dengan bentuk-bentuk rheumatoid arthritis yang progresif. Efek-efek sampingan adalah serupa dengan yang dari emas. Mereka termasuk demam, kedinginan, luka-luka mulut, suatu rasa metal/logam dalam mulut, ruam kulit, kerusakan ginjal dan sumsum tulang, gangguan lambung, dan mudah memar. Pasein-pasien pada obat ini memerlukan tes-tes darah dan urin yang rutin. D-penicillamine jarang dapat menyebabkan gejala-gejala dari penyakit-penyakit autoimun lain.

Obat-obat penekan imun adalah obat-obat sangat kuat yang menekan sistim imun tubuh. Sejumlah obat-obat penekan imun digunakan untuk merawat rheumatoid arthritis. Mereka termasuk methotrexate (Rheumatrex, Trexall) seperti yang digambarkan diatas, azathioprine (Imuran), cyclophosphamide (Cytoxan), chlorambucil (Leukeran), dan cyclosporine (Sandimmune). Karena efek-efek sampingan yang berpotensi serius, obat-obat penekan imun (lain daripada methotrexate) umumnya dicadangkan untuk pasien-pasien dengan penyakit yang sangat agresif atau mereka yang dengan komplikasi-komplikasi peradangan rheumatoid yang serius, seperti peradangan pembuluh darah (vasculitis). Pengecualian adalah methotrexate, yang tidak seringkali dikaitkan dengan efek-efek sampingan yang serius dan dapat secara hati-hati dimonitor dengan pengujian darah. Methotrexate telah menjadi suatu obat baris kedua yang disukai sebagai akibatnya.

Obat-obat penekan imun dapat menekan fungsi sumsum tulang dan menyebabkan anemia, suatu jumlah sel putih yang rendah, dan jumlah-jumlah platelet yang rendah. Suatu jumlah putih yang rendah dapat meningkatkan risiko infeksi-infeksi, dimana suatu jumlah platelet yang rendah dapat meningkatkan risiko perdarahan. Methotrexate jarang dapat menjurus pada sirosis hati dan reaksi-reaksi alergi pada paru. Cyclosporin dapat menyebabkan kerusakan ginjal dan hipertensi (tekanan darah tinggi). Karena efek-efek sampingan yang berpotensi serius, obat-obat penekan imun digunakan dalam dosis-dosis rendah, biasanya dalam kombinasi dengan agen-agen anti peradangan.

3. Pengobatan terbaru

Obat-obat baris kedua yang lebih baru untuk perawatan rheumatoid arthritis termasuk leflunomide (Arava) dan obat-obat biologi etanercept (Enbrel), infliximab (Remicade), anakinra (Kineret), adalimumab (Humira), rituximab (Rituxan), dan abatacept (Orencia).

Leflunomide (Arava) tersedia untuk menghilangkan gejala-gejala dan menahan kemajuan penyakit. Ia tampaknya bekerja dengan memblokir aksi dari suatu enzim yang penting yang mempunyai suatu peran dalam pengaktifan imun. Arava dapat menyebabkan penyakit hati, diare, kehilangan rambut, dan/atau ruam (rash) pada beberapa pasien-pasien. Ia harus tidak dikonsumsi sebelum atau selama kehamilan karena kemungkinan kerusakan-kerusakan kelahiran.

Obat-obat lain mewakili suatu pendekatan baru pada perawatan rheumatoid arthritis dan adalah produk-produk bioteknologi modern. Ini dirujuk sebagai obat-obat biologi atau pemodifikasi-pemodifikasi respon biologi. Dalam perbandingan dengan DMARDs tradisional, obat-obat biologi mempunyai suatu penimbulan aksi yang jauh lebih cepat dan dapat mempunyai efek-efek yang sangat kuat pada penghentian kerusakan sendi yang progresif. Pada umumnya, metode-metode aksi mereka juga lebih terarah, terdefinisi, dan tertargetkan.

Etanercept, infliximab, dan adalimumab adalah obat-obat biologi. Obat-obat ini menangkap/mencegat suatu protein dalam sendi-sendi (tumor necrosis factor atau TNF) yang menyebabkan peradangan sebelum ia dapat bertindak pada receptor alaminya untuk "menyalakan" peradangan. Ia secara efektif memblokir kurir peradangan TNF memanggil keluar sel-sel peradangan. Gejala-gejala dapat secara signifikan dan seringkali secara cepat membaik pada pasien-pasien yang menggunakan obat-obat ini. Etanercept harus disuntikan secara subkutan (subcutaneously) sekali atau dua kali dalam seminggu. Infliximab diberikan dengan infusi langsung kedalam suatu vena (intravena). Adalimumab disuntikan secara subkutan setiap minggu lainnya atau setiap minggu. Setiap dari obat-obat ini akan dievaluasi oleh dokter-dokter dalam prekteknya untuk menentukan peran apa yang mungkin mereka punyai dalam merawat berbagai tingkatan-tingkatan rheumatoid arthritis. Penelitian telah menunjukan bahwa pemodifikasi-pemodifikasi respon biologi juga mencegah kerusakan sendi yang progresif dari rheumatoid arthritis. Mereka sekarang direkomendasikan untk penggunaan setelah obat-obat baris kedua lain tidak efektif. Pemodifikasi-pemodifikasi respon biologi (TNF-inhibitors) adalah perawatan-perawatan yang mahal. Mereka juga seringkali digunakan dalam kombinasi dengan methotrexate dan DMARDs lain. Lebih jauh, harus dicatat bahwa TNF-blocking biologics semuanya adalah lebih efektif ketika dikombinasikan dengan methotrexate.

Anakinra adalah perawatan biologi lain yang digunakan untuk merawat rheumatoid arthritis yang sedang sampai yang berat. Anakinra bekerja dengan mengikat pada suatu protein kurir sel (IL-1, suatu proinflammation cytokine). Anakinra disuntikan dibawah kulit setiap hari. Anakinra dapat digunakan sendirian atau dengan DMARDs lain. Angka respon dari anakinra tidak nampak setinggi obat-obat biologi lain.

Rituxan adalah suatu antibodi yang pertama kali digunakan untuk merawat lymphoma, suatu kanker dari simpul-simpul getah bening. Rituxan dapat efektif dalam merawat penyakit-penyakit autoimun seperti rheumatoid arthritis karena ia menghabiskan sel-sel B, yang adalah sel-sel peradangan yang penting dan dalam memproduksi antibodi-antibodi abnormal yang adalah umu pada kondisi-kondisi ini. Rituxan sekarang tersedia ntuk merawat rheumatoid arthritis aktif yang sedang sampai yang berat pada pasien-pasien yang telah gagal dengan TNF-blocking biologics. Studi-studi permulaan telah menunjukan bahwa Rituxan juga ditemukan bermanfaat dalam merawat rheumatoid arthritis yang berat yang dipersulit oleh peradangan pembuluh darah (vasculitis) dan cryoglobulinemia.

Orencia adalah suatu obat biologi yang baru-baru ini dikembangkan yang memblokir pengaktifan sel-sel T. Orencia sekarang tersedia untuk merawat pasien-pasien dewasa yang telah gagal dengan suatu DMARD tradisional atau obat biologi pemblokir TNF.

Dimana obat-obat biologi seringkai dikombinasikan dengan DMARDs tradisional dalam perawatan rheumatoid arthritis, mereka umumnya tidak digunakan dengan obat-obat biologi lain karena risko infeksi-infeksi serius yang tidak dapat diterima. Prosorba column therapy melibatkan memompakan darah yang dikeluarkan melalui suatu vena dalam lengan kedalam suatu mesin apheresis atau pemisah sel (cell separator). Mesin ini memisahkan bagian cair dari darah (plasma) dari sel-sel darah. Prosorba column adalah suatu silinder plastik kira-kira berukuran sebuah cangkir kopi yang mengandung suatu senyawa seperti pasir yang dilapisi dengan suatu material khusus yang disebut Protein A. Protein A adalah unik dimana ia mengikat antibodi-antibodi yang tidak diinginkan dari darah yang mempromosikan arthritis. Prosorba column bekerja menangkal efek dari antibodi-antibodi yang berbahaya ini. Prosorba column diindikasikan mengurangi tanda-tanda dan gejala-gejala dari rheumatoid arthritis yang sedang sampai berat pada pasien-pasien dewasa dengan penyakit yang telah berjalan lama yang telah gagal atau tidak mentolerir pada obat-obat anti-rematik yang memodifikasi penyakit atau disease-modifying anti-rheumatic drugs (DMARDs). Peran yang tepat dari perawatan ini sedang dievaluasi oleh dokter-dokter, dan ia tidak umum digunakan sekarang ini.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar